Rapat Dengar Pendapat Komite II DPD RI dengan Ditjen Bina Kontraktor Kementerian PU dan Perumahan Rakyat bersama Asosiasi Tenaga Teknik Indonesia (ASTTI). Pada pertemuannya, Selasa (2/2/2016) di ruang rapat Komite II DPD RI, Gedung B, Kompleks parlemen, senayan Jakarta. Parlindungan Purba, Ketua Komite II DPD menyampaikan bahwa Tenaga Kerja Indonesia yang laku di Malaysia, sebagian besar adalah tenaga konstruksi. Namun yang menjadi permasalahan TKI di malaysia khuusnya untuk tenaga konstruksi, syarat minimal harus mempunyai sertifikasi. Kalau tidak punya sertifikasi, TKI akan dibayar murah.“Ada tiga permasalahan bagi pekerja Indonesia untuk Malaysia, salah satunya adalah masalah sertifikasi, kedua masalah izin, dan ketiga masalah dengan majikannya,” tutur Parlindungan Purba dihadapan Ditjen Bina Konstruksi dan ASTTI.Lebih lanjut ditegaskan Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Yusid Toyib, akan memfasilitasi permasalahan ASTTI bahkan memberi wewenang yang besar hingga tidak tergantung pada aturan. Kendati persoalan TKI yang terbilang banyak khususnya masalah konstruksi, Yusid dalam ungkapannya mengatakan akan memperjuangkan permasalahan itu melalui DPD RI. Mengingat tenaga kerja Indonesia tidak ada standar gaji. “Yang jelas tenaga konstruksi harus memiliki sertifikasi agar gaji yang diterima bisa mahal, dan bisa jadi pembina setelah bekerja di Malaysia,” tandasnya.Namun menurut Yusid, untuk bisa memanfaatkan berbagai peluang di pasar Internasional, tenaga kerja konstruksi memerlukan sertifikat yang menunjukkan kompetensinya. Pemerintah melakukan beberapa kebijakan sekaligus untuk dapat memperbanyak tenaga konstruksi yang kompetensinya sudah tersertifikat.Sementara diungkapkan Ketua umum ASTTI H. Deddy Adhiyaksa mengharapkan ke depan bahwa fungsi Asosiasi Profesi segera dikembalikan sebagai Lembaga Assessment untuk tenaga-tenaga konstruksi. Beberapa tahun belakangan ini fungsi itu diambil alih oleh LPJK dan pihaknya lebih menjadi semacam tukang pos yang hanya membubuhkan stempel. Bahkan berbagai program untuk pengembangan profesi dan kompetensi relatif sulit dilakukan. dedy mulyadi.

Share this post